Leverkusen Hapus Sebutan 'Neverkusen', Xabi Alonso: Layak Raih Treble
Bayer Leverkusen menyimpan ambisi meraih treble musim ini setelah melangkah ke final Liga Europa. (X/@bayer04fussball)

Bagikan:

JAKARTA - Bayer Leverkusen pernah mendapat stigma buruk 'Neverkusen' gara-gara tak mampu memenangi trofi. Pelatih Xabi Alonso membantu Leverkusen menghapus jejak buruk itu. Dia pun meyakin Leverkusen layak meraih treble musim ini.

"Neverkusen' sebuah istilah bernada ejekan saat Leverkusen yang sesungguhnya berpeluang meraih tiga gelar pada musim 2002. Namun mereka gagal di Bundesliga Jerman, DFB Pokal atau Piala Jerman dan Liga Champions.

Leverkusen yang saat itu memiliki deretan pemain bintang seperti Michael Ballack, Carsten Ramelow, Oliver Neuville, dan Bernd Schneider yang menjadi tulang punggung tim nasional Jerman. Selain itu ada bek timnas Brasil Lucio. Mereka ditangani pelatih Klaus Toppmoller.

Saat itu, Leverkusen disebut-sebut bakal juara liga karena sudah menduduki takhta klasemen dan unggul lima poin dengan Borussia Dortmund. Mereka juga melangkah ke final Piala Jerman.

Sukses berlanjut di kompetisi Eropa. Bahkan di semifinal Liga Champions, Leverkusen menyingkirkan tim favorit Manchester United. Hanya saja di final, mereka bertemu Real Madrid yang memiliki Zinedine Zidane dan sang ikon Raul Gonzalez.

Namun kisah yang hampir sukses itu semua berakhir secara menyakitkan. Musim itu justru tak ubahnya horor treble (treble horror) bagi Leverkusen.

Bagaimana tidak, di kompetisi Bundesliga, Leverkusen yang tinggal selangkah lagi juara malah menelan dua kekalahan dari tiga laga terakhir. Dortmund yang kemudian merebut titel liga setelah memenangi tiga pertandingan mereka.

Di final Piala Jerman, nasib tragis dialami Leverkusen. Mereka tak berkutik dan kalah 4-2 lawan Schalke.

Terakhir, Leverkusen tak berdaya saat bertemu Madrid di final Liga Champions. Tendangan voli legendaris Zidane membungkam Leverkusen dengan skor 2-1.

Saking kesalnya dengan kegagalan Leverkusen, seorang fans kemudian membuat istilah 'neverkusen' di situs klub. Tak dinyana ungkapan itu menempel pada klub sebelum dihapuskan oleh Alonso.

Pelatih yang sempat diburu Liverpool dan Bayern Munchen sebelum menyatakan komitmennya di Leverkusen ini membawa tim ke final Liga Europa.

Pada laga kedua semifinal di kandang sendiri di Stadion BayArena, Jumat, 10 Mei 2024, Leverkusen nyaris kalah sebelum bermain imbang 2-2 melawan AS Roma.

Mereka tidak hanya memperpanjang rekor tak terkalahkan tetapi hasil itu juga menjadikan Leverkusen menang agregat 4-2.

Pasalnya pada laga pertama di Olimpico, mereka menang 2-0. Di final, Jeremie Frimpong dkk bertemu Atalanta yang menyingkirkan Marseille.

Keberhasilan lolos ke final Liga Europa membuka peluang Leverkusen meraih treble. Setelah memenangi Bundesliga untuk kali pertama dalam sejarah klub, Leverkusen juga mencapai final Piala Jerman.

Alonso berharap tim bisa memenuhi target meraih treble. Hanya, mereka bakal melakni dua laga final dalam waktu yang berdekatan.

Setelah meladeni Atalanta pada Kamis, 23 Mei 2024 dini hari WIB, Leverkusen kemudian bertemu Kaiserslautern di final DFB Pokal pada Minggu, 26 Mei 2024 dini hari WIB.

"Kami harus menjalani dua final dalam satu pekan. Tentu kami kami harus mengantisipasi dan melakukan persiapan dengan baik," kata Alonso yang mengaku yakin bisa mengejar ketinggalan gol meski sudah tertinggal 2-0 saat melawan Roma.

"Kami menunjukkan karakter yang kuat [di pertandingan melawan Roma]. Terutama setelah mereka mencetak gol kedua. Saat saya menatap mata mereka, saya langsung tahu mereka memang ingin lebih," ucap Alonso.

Kini, menurut Alonso, mereka menatap tiga gelar juara dalam satu musim. "Kami punya kesempatan memenangi tiga gelar. Pemain layak meraih [treble]," kata dia lagi.

Keberhasilan Leverkusen menyingkirkan Roma memang cukup dramatis. Mereka tertinggal lebih dulu lewat dua penalti Leandro Paredes.

Namun Leverkusen berhasil memperkecil ketinggalan setelah bek Gianluca Mancini membuat gol bunuh diri.

Selanjutnya, pemain pengganti Josip Stanisic mencetak gol yang menyamakan skor menjadi 2-2 pada injury time.

"Ini menjadi salah satu momen terbaik dalam karier saya. Tentu kami sangat ingin mencapai final dan Anda bisa menyaksikannya selama 90 menit pertandingan," kata Stanisic menanggapi pertandingan itu.

"Saya sesungguhnya tak masalah bila akhirnya kalah karena kami masih bisa lolos. Tetapi kami memang ingin ke final dan kami berhasil melakukannya dengan hasil lebih baik," ucap pemain timnas Kroasia ini.